Padadasarnya Asta Kosala Kosali adalah konsep tata ruang tradisional Bali berdasarkan konsep keseimbangan kosmologis (Tri Hita Karana), hierarki tata nilai (Tri Angga), orientasi kosmologis (Sanga Mandala), ruang terbuka (natah), proporsional dengan skala, kronologis dan prosesi pembangunan, kejujuran struktur, dan kejujuran pemakaian material.
Arsitektur rumah tradisional Bali menarik perhatian dunia, karena nilai estetikanya sangat kuat dan menonjol, akrab dengan alam lingkungan, unit-unit yang multifungsi, landasan filosofi sakral dan profan yang masih dipertahankan dalam membagi unit bangunan. Pendek kata, buku ini memberi informasi ihwal arsitektur rumah Bali dari konsep, nilai filosofi, cara memilih karang lahan hunian, cara memilih materi, struktur bangunan, seperti bale daja, bale dangin, bale dauh, paon dapur, jineng, angkul-angkul dan ragam hias dan ornamen yang digunakan. Sudah banyak arsitek yang mengadopsi arsitektur rumah tradisional Bali baik sebagian maupun keseluruhan. Untuk memudahkan adopsi tersebut, dalam buku ini deskripsi dilengkapi dengan foto-foto, sket, gambar dan diagram. Buku ini layak dikoleksi sebelum anda kehilangan kesempatan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Arsitektur Rumah Tradisional Bali i Arsitektur Rumah Tradisional BaliBerdasarkan Asta Kosala-kosali ii Arsitektur Rumah Tradisional BaliSanksi Pelanggaran Pasal 44Undang-Undang Nomor 12 tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1987 Tentang Hak Cipta Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 19871. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun dan/atau denda paling banyak Rp. Seratus Juta Rupiah.2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp. Lima Puluh Juta Rupiah. Arsitektur Rumah Tradisional Bali iii Ngakan Ketut Acwin DwijendraArsitektur Rumah Tradisional BaliUdayana University PressCV. Bali Media Adhikarsa KerjasamaBerdasarkan Asta Kosala-kosali iv Arsitektur Rumah Tradisional BaliArsitektur Rumah Tradisional BaliPenulis Ngakan Ketut Acwin Dwij endraEditor Jiwa AtmajaPenyelaras Andika SaputraIlustrasi Dari berbagai sumberDiterbitkan olehUdayana University PressLantai Dasar Gedung Pascasarjana Unud Sudirman, Denpasar - BaliTelp. 081 337 491 413Kerjasama denganCV. Bali Media AdhikarsaJl. Badak Agung No. 22, Kav. 5 Renon, Denpasar - BaliTelp./Fax. 0361 224890Cetakan PertamaOktober 2008xv + 232 hlm, 14 x 21 cmISBN 978-979-8286-69-8Hak Cipta pada Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Asta Kosala-kosali Arsitektur Rumah Tradisional Bali v Dedikasi kepada Istriku tercinta, Desak Made Suastri, SEPutriku yang manis, Desak Ayu Krystina Winastri yang lucu, Dewa Ngakan Made Bagus Krishna K. Serta rasa hormatku yang mendalam kepada keluarga besar di Bangli dan UbudAtas dukungan, kesabaran, cinta serta pengorbanan mereka, dalam membantu terselesainya buku ini. “Kegagalan terbesar adalah ketika kita tidak pernah mencoba”Robyn Allan“Menjadi yang terbaik lebih penting daripada menjadi yang pertama”Bill Gates“Kebahagian sejati berasal dari hati. Jika hati merasa bahagia, bahkan sebuah penjara pun dapat menjadi sebuah istana”J. P. Vaswani“Cara terbaik meramalkan masa depan adalah dengan menciptakan masa depan itu sendiri”Peter F. Drucker vi Arsitektur Rumah Tradisional Bali Arsitektur Rumah Tradisional Bali vii Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa berkat kuasa dan rahmat-Nya maka buku yang berjudul Arsitektur Rumah Tradisional Bali ini dapat diselesaikan tepat pada ini, mengajak pembaca mengenal bagaimana arsitektur rumah tradisional Bali, mulai dari pemaparan konsepsi dan fi losofi , memilih karang yang baik, membuat angkul-angkul dan telajakan, natah, lumbung, bale dangin, bale dauh, bale daja, dan ragam hias yang terdapat pada rumah mencoba menyajikan seputar arsitektur rumah tradisional Bali dengan bahasa yang lugas dan komunikatif dengan harapan pembaca dapat dengan mudah penulisan buku ini, penulis banyak menerima bantuan baik berupa data-data, saran, dukungan dan semangat. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada • Bapak Prof. Ir. I Wayan Redana, MASc. PhD, Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana atas pengantar dan dorongan semangat yang Pengantar viii Arsitektur Rumah Tradisional Bali• Ibu Ir. Ni Ketut Ayu Siwalatri, MT, Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana atas dorongan semangat yang diberikan.• Bapak Prof. Ir. D. K. Harya Putra, atas bantuannya telah menyunting buku ini serta dorongan semangat yang diberikan.• Mahasiswa Jurusan Komputer Arsitektural Newmedia Wiswakarma’s Crew yaitu Adi Purbanegara, Agus Pranatha Jaya, Agus Punarbawa, Andika Saputra, Armaya, Camelia Silviana, Edi Saputra, Farhanah, Galung, Inas Fuad, Juliastika, Purna Bawa, Sudarsana, Supartayasa, Surya Dinata, Surya Martana, Swasti hari, Winarta dan Wita Febriana, atas data-data, foto-foto serta dorongan semangat yang diberikan.• Bapak dan Ibu, Dewa Ngakan Gede Keramas dan Desak Made Arnawi atas dorongan moral dan cinta yang diberikan.• Bapak dan ibu mertua, Dewa Made Oka dan Desak Nyoman Kasih atas dorongan semangat yang diberikan.• Kakak-kakak, Desak Ayu Raka Marhaeni, Desak Rai Adnyani, Ngakan Nyoman Acwin Sadhaka dan adik, Desak Ayu Anom Diana Sukreni atas semangat yang diberikan.• Istriku tercinta, Desak Made Suastri dan anak-anakku tersayang, Desak Ayu Krystina Winastri dan Dewa Ngakan Made Bagus Krishna, atas kesabaran dan dukungan moral yang kata, semoga buku ini bermanfaat bagi semua pembaca dan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya buku Pebruari 2008Ngakan Ketut Acwin Dwij endra Arsitektur Rumah Tradisional Bali ix Puji syukur ke hadapan Tuhan Yang maha Esa, atas rahmatNya sehingga buku Arsitektur Rumah Tradisional Bali dapat diterbitkan. Arsitektur rumah tradisional Bali merupakan topik yang tidak akan habis untuk dibahas, karena selalu bersifat terbuka untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan keadaan jaman. Walaupun demikian, konsep dasar dan fi losofi tentang arsitektur tradisional Bali tetap tidak akan berubah karena tetap dij aga oleh Arsitektur Tradisional Bali ini banyak membahas tentang arsitektur Bali mulai dari pemilihan pekarangan, natah, parahyangan, bale meten, lumbung sampai ornamen yang perlu dipasang pada bangunan Bali. Sambungan kayu, ukuran sampai kepada nama masing-masing bagian dij elaskan secara detail untuk dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi para undagi. Arsitektur rumah tradisional memang sangat kompleks dan harus direncanakan mampu memenuhi kebutuhan kegiatan sehari-hari pemiliknya. Perlu menjadi perenungan bahwa perancangan ruang dan Sambutan Dekan FT. Unud x Arsitektur Rumah Tradisional Balitata letak sedapatnya memenuhi kebutuhan untuk kegiatan keagamaan, kegiatan pendidikan, kegiatan sosial dan kegiatan yang mendukung pekerjaan yang kesehariannya kadang sulit dipisahkan satu sama lainnya. Rumah arsitektur tradisional Bali juga memerlukan lahan yang cukup luas, kalau mengikuti tata ukuran arsitektur tradisional Bali. Sedangkan, masyarakat sering dihadapkan pada keterbatasan dalam membangun rumah hunian. Untuk itu diperlukan pemikiran cerdas untuk pengembangan tanpa menghilangkan konsep dasar dan fi losofi arsitektur tradisional Bali tersebut. Pemenuhan kebutuhan keseharian ini akan memberikan rasa nyaman dan aman untuk mencapai kesuburan, kebahagiaan, dan kemuliaan hidup bagi yang setingi-tingginya disampaikan kepada penulis, Ngakan Ketut Achwin Dwij endra, ST, MA yang juga mengemban tugas sebagai Pembantu Dekan bidang Akademik Fakultas Teknik Universitas Udayana, atas sumbangannya kepada Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana dan pada perkembangan Arsitektur Bali pada khususnya. Kiranya, buku ini akan melengkapi buku tentang arsitektur tradisional Bali yang sudah ada, dan sangat dianjurkan untuk menjadi pegangan bagi birokrasi, praktisi, undagi rumah adat tradisional Bali, dosen, mahasiswa dan masyarakat Pebruari 2008Prof. Ir . I Wayan Redana, MASc, PhDDekan Fakultas Teknik Universitas Udayana Arsitektur Rumah Tradisional Bali xi Menulis buku dan publikasi ilmiah merupakan kegiatan yang sangat penting untuk menunjang kompetensi pengajar seorang dosen, namun sampai saat ini dosen yang menerbitkan buku dan melakukan publikasi ilmiah di kalangan universitas masih sangat sedikit. Universitas Udayana khususnya Jurusan Arsitektur sebagai institusi pendidikan wajib mendorong civitasnya untuk meningkatkan kegiatan penelitian, penulisan dan publikasi untuk dapat menjadi salah satu sumber informasi pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu Tradisional Bali merupakan arsitekur yang berlandaskan pada ajaran Agama Hindu yang memang sedang berkembang pada jamannya, dan sekarang merupakan warisan dari para generasi sebelumnya. Sampai saat ini yang dapat memahami istilah yang tertuang dalam lontar tentang kearsitekturan hanya pada kalangan terbatas, dan jumlah itu semakin menipis dengan meninggalnya para undagi yang memahami Arsitektur Tradisional Bali. Untuk itu dibutuhkan langkah-langkah untuk tetap mendokumentasikan dan Sambutan Ketua Jurusan Arsitektur FT. Unud xii Arsitektur Rumah Tradisional Balimengeksprolasi warisan leluhur sehingga dapat menjadi warisan yang berharga bagi generasi selanjutnya Rumah tinggal tradisional Bali merupakan salah satu bentuk arsitektur yang masih banyak digunakan dalam kehidupan masyarakat Bali. Rumah tinggal tradisional Bali memiliki aturan, prinsip dan konsep yang berbeda dengan rumah tinggal saat ini. Keinginan masyarakat untuk tetap menggunakan warisan nenek moyang terbentur pada istilah yang sulit dipahami. Istilah dalam arsitektur Bali yang kebanyakan masih dalam Bahasa Bali atau Bali Kuno memang membutuhkan penjabaran yang lebih mendalam dan diterjemahkan ke dalam bahasa arsitektur masa kini yang mudah dimengerti oleh masyarakat banyak. Oleh karena itu prinsip dan pedomaan pembangunan rumah Tradisional Bali memang banyak dibutuhkan oleh masyarakat Bali yang ingin tetap menggunakan warisan leluhurnya sebagai salah satu sumber kerasitekturannya. Dengan diterbitkannya buku Arstektur Rumah Tradisonal Bali diharapkan istilah, pedoman, dan prinsip perancangan dan pembangunan rumah tinggal tradisional Bali dapat lebih dipahami masyarakat luas sehingga dapat menjadi tuntunan bagi penggunanya. Tulisan ini mungkin bukan karya yang sempurna, tetapi merupakan salah satu sumbangan yang berharga bagi perkembangan kearsitekturan di Bali dan di Nusantara. Semoga tulisan ini menjadi pemicu bagi penulis lain untuk mengeksplorasi lebih jauh potensi yang kita miliki dan menjadikan harta yang tak ternilai ini yang dapat diwariskan bagi generasi selanjutnyaDenpasar, Pebruari 2008Ir. Ni Ketut Ayu Siwalatri, MTKetua Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Udayana Arsitektur Rumah Tradisional Bali xiii Daftar IsiKata Pengantar ~ vii Sambutan Dekan Ft Unud ~ ixSambutan Ketua Jurusan Arsitektur FT. Unud ~ xi Da ar Isi ~ xiiiBAB I. PENDAHULUAN ~ 1 Tri Hita Karana ~ 2 Tri Angga dan Tri Loka ~ 4 Orientasi-Orientasi ~ 6 Sanga Mandala ~ 7 Perumahan Tradisional Bali ~ 19 Tipologi Bangunan Tradisional ~ 31BAB II. PEMILIHAN KARANG ~ 41 Prosesi Pembangunan ~ 42 Penentuan Bahan Bangunan ~ 42 Arah Muka Rumah ~ 43 Pekarangan yang Baik ~ 44 xiv Arsitektur Rumah Tradisional Bali Pekarangan yang Tidak Baik ~ 46 Cacat Karang ~ 50 Rumah Menyimpan Kemalangan ~ 64BAB III. ANGKUL-ANGKUL DAN TELAJAKAN ~ 71 Angkul-angkul ~ 72 Telajakan ~ 82BAB IV. NATAH ~ 89 Makna dan Filosofi ~ 90 Fungsi ~ 91 Orientasi dan Tata Letak ~ 93 Dimensi ~ 96BAB V. LUMBUNG BALI ~ 99 Jenis Lumbung Bali ~ 99 Fungsi ~ 102 Struktur dan Konstruksi ~ 111 Dimensi ~ 121 Bahan ~ 122 Tata Letak ~ 123BAB VI. BALE DANGIN ~ 127 Fungsi ~ 128 Bahan ~ 128 Struktur dan Konstruksi ~ 129BAB VII. BALE DAJA ~ 135 Fungsi ~ 136 Tipologi ~ 136 Struktur dan Konstruksi ~ 139 Perkembangan ~ 146 Arsitektur Rumah Tradisional Bali xv BAB VIII. BALE DAUH ~ 155 Makna dan Filosofi ~ 156 Bahan ~ 158 Struktur dan Konstruksi ~ 159BAB IX RAGAM HIAS ~ 165 Pepatran ~ 166 Kekarangan ~ 184 Alam ~ 205 Agama dan Kepercayaan ~ 213 Ragam Hias Lainnya ~ 222DAFTAR PUSTAKA ~ 229RIWAYAT PENULIS ~ 231 ... Salah satu kekayaan tersebut adalah arsitektur rumah tradisional Bali. Namun seiring perkembangan zaman dan perkembangan arsitektur di Bali, banyak yang mulai meninggalkan konsep rumah tradisional Bali karena keterbatasan lahan dan ekonomi Dwijendra, 2008. Salah satu konsep rumah tradisional bali adalah konsep natah. ...... Natah dalam konteks Tri Hita Karana merupakan ruang wadah dalam menciptakan hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan Wijaya, 2018. Natah merupakan lahan kosong bukan bangunan namun sarat dengan makna, disamping secara fisik bersifat multiguna Dwijendra, 2008. Natah memiliki makna mendasar sebagai ruang terbuka atau ruang kosong vertikal yang luas yang menghubungkan Purusa dan Pradana, pertemuan antara langit dan pertiwi/tanah Gomudha, 1999. ...... Menurut Dwijendra 2008,fungsi natah dapat dibedakan menjadi fungsi sosial dan fungsi ekologis. Fungsi sosial dari natah terdiri dari fungsi spiritual yaitu kepercayaan ajaran agama yang bersifat abstrak, fungsi budaya dalam hubungannya dengan aktivitas upacara keagamaan, fungsi ekonomi yaitu tempat untuk menjemur hasil bumi dan menanam tanaman yang nantinya dapat menghidupi anggota keluarga dan bermanfaat bagi kelangsungan hidup penghuni rumah, serta fungsi komunikatif sebagai tempat bermain, berolahraga, dan menerima tamu sementara. ...Bali is known for its arts, culture, traditions and strong values. The design of "Contemporary Art Center in Gianyar" comes to respond to the development of contemporary art in Bali by becoming a space for artists and the public to engage in the scope of contemporary art. However, not in line with the development of the art, at this time people began to leave the culture and values that exist in Bali. Therefore, as one of the contributions to preserve the culture and values of Bali, one of the traditional Balinese architectural concepts called "Natah" is used in this design. The method used is a qualitative research method with a descriptive approach and glassbox design method with several stages. In this design, the concept of "natah" function as a multifunctional space for various activities such as exhibitions of works, shows, contemplations , socio-cultural activities, etc., as a binder between building masses with different functions, and aslo as a philosophical value for preserving the concept traditional Balinese architecture.... Tipologi angkul-angkul dibagi berdasarkan beberapa hal antara lain Dwijendra, 2008, Wijaya, 2017, Saraswati, 2001 ...... Pada tipe permukiman rakyat, pola tata ruang angkul-angkul Dwijendra, 2008 adalah 1 dengan ruang terbuka lebuh pada halaman di depannya; 2 memiliki lebuh yang dibentuk oleh telajakan dan dinding terbuka cangkem kodok; dan 3 terdapat areal dengan ruang enclosure di hadapan angkul-angkul disebut jaba sisi. ...p> Gate buildings in traditional Balinese settlements known as angkul-angkul, that classified as sacred building with profane and sacred functions. Angkul-angkul are built with traditional architectural principles that concerning its form and proportion. The study was carried out in settlements area in Desa Gunaksa, Klungkung, as the oldest empire in Bali. This research was conducted using a mixed-method with a descriptive-comparative analysis technique. Found 6 six authentic angkul-angkul that are 60-75 years old, that are used as case study to analyze its form and proportion characteristic. Proportion comparison ratio of angkul-angkul’s length height width foot width body width roof height and door opening width is 1 2 0,5 The study found that proportion comparison of its height and width ratio is 2 1, concluded that angkul-angkul in Gunaksa are implement ancient cecandian form with Paushtika proportion based on the Manasara-Silpasastra. The increase influences changes in the spatial layout of Balinese ethnic residences in Denpasar in the number of family members, the growth in the community's economy, and the availability of residential yard land, which is decreasing. On the one hand, the Balinese ethnic community in Denpasar still has a perception of direction and orientation of significant high and obnoxious low values or luan and teben orientations as the forerunner to the spatial configuration of Balinese ethnic residences with the concept of zoning of the Sanga Mandala tread. This study aims to conceive of the Denpasar community's perception of the arrangement of residential houses amid increasing residential space needs. The method used is descriptive qualitative through empirical studies by conducting in-depth observations and interviews to understand the Denpasar community's understanding of structuring their homes. This study found that the Balinese ethnic community perceives changes in their homes' spatial layout based on literacy and adaptation; the Denpasar community understands the demands of residential space needs through a spatial transformation based on transformation spatial concepts of Balinese architecture. DiBali rumah-rumah dan bangunan lainnya selalu dibangun atas dasar aturan yang mengacu pada asta kosala kosali dan asta bumi. Aturan ini seperti aturan feng shui di Cina, namun spesifik untuk bangunan tradisional Bali saja. 8 Ide Usaha Brilian Dengan Barang Bekas! Kerajinan Gong Tradisional di Bogor Membanggakan Budaya Indonesia Pengaruh Budaya dalam Arsitektur BaliAsta Kosala Kosali Fengshui Arsitektur BaliBerikut bagian-bagian dari rumah BaliKetentuan – Ketentuan Arsitektur Bangunan di BaliPerkembangan Desain Arsitektur di BaliAsta Kosala Kosali atau Arsitektur tradisional Bali bisa diartikan sebagai sebuah rangkaian tata ruang yang mewadahi kehidupan dari masyarakat Bali yang terus berkembang secara turun menurun dengan segala aturan-aturan nya yang diwariskan dari zaman dahulu hingga kini. Gaya Arsitektur Bali adalah arsitektur vernacular yang dibuat dan didesain menggunakan berbagai bahan-bahan lokal untuk membangun bangunan, struktur, dan rumah-rumah, yang mencerminkan tradisi lokal. Baca juga Desain Arsitektur Bali Yang Khas &038; Filosofinya Desain gaya arsitektur Bali sangat dipengaruhi kentalnya tradisi Hindu Bali, dan sentuhan unsur Jawa kuno. Bahan baku yang biasa digunakan pada rumah-rumah dan bangunan di Bali antara lain atap menggunakan jerami, kayu kelapa, bahan bambu, kayu jati, batu alam , dan batu bata. Arsitektur Bali memiliki karakteristik yang khas menggunakan budaya kuno dan kesenian pada setiap elemen desain arsitektur nya. Desain arsitektur Bali memiliki filosofi yang berpusat pada agama Hindu, organisasi ruang, serta hubungan sosial yang bersifat komunal. Sebuah bangunan rumah atau villa yang ada di Bali dibangun serta dirancang dengan 7 filosofi berikut Tri Hata Karana – Menciptakan adanya harmoni serta keseimbangan antara 3 unsur kehidupan – atma manusia, angga alam, dan khaya dewa-dewa. Tri Mandala – aturan pembagian ruang dan zonasi Sanga Mandala – seperangkat aturan pembagian ruang serta zonasi berdasarkan arah Tri Angga – konsep atau hierarki antara alam lain yang berbeda Tri Loka – Serupa dengan Tri Angga tetapi dengan alam yang berbeda Asta Kosala Kosali – 8 pedoman desain arsitektur tentang simbol, kuil, tahapan, dan satuan pengukuran Arga Segara – axis suci antara gunung dan lautPengaruh Budaya dalam Arsitektur BaliPada abad ke-8 hingga abad ke-16 pengaruh arsitektur bergaya Hindu dan Budha kuno banyak dijumpai pada bangunan candi-candi yang megah di Indonesia ini terkhusus di tanah Jawa. Dan secara tidak langsung beberapa desain bangunan paviliun atau bale yang banyak terdapat pada bangunan tradisional di Bali memiliki unsur yang unik yakni berupa pahatan yang rumit serta detail sebagai perpaduan antara pengaruh Hindu-Budha dengan masyarakat Jawa Aboriginal yang bermukim di Bali kala Kaja-Kelod, merupakan salah satu pedoman utama di masa-masa awal arsitektur Bali. Kaja dimaknai menghadap dimana gunung berada, sedangkan Kelod bermakna menghadap dimana laut berada. Konsep dari mistis kaja-kelod ini sering kali digunakan pada perencanaan penempatan bangunan rumah ataupun pura desa. Bangunan yang bersifat suci akan diletakkan pada bagian kaja, sedangkan yang bersifat yang biasa diletakkan pada bagian kelod. Pura keluarga biasanya akan ditempatkan pada bagian kaja, sedangkan rumah untuk tempat tinggal ditempatkan pada bagian kelod. Dalam konteks pura desa yang memiliki sifat kahyangan akan diletakkan di arah kaja sedangkan pada arah laut akan diletakkan Pura Dalem pura yang berhubungan dengan kuburan dan kematian. Arsitektur tradisional Bali tidak akan terlepas dari keberadaan manuskrip Hindu yang bernama “Lontar Asta Kosala Kosali” aturan memuat tentang aturan-aturan pembuatan rumah ataupun puri serta aturan tempat pembuatan ibadah atau pura. Dalam Asta Kosala Kosali ini disebutkan bahwa aturan-aturan pembuatan sebuah rumah harus mengikuti aturan-aturan anatomi tubuh pemilik rumah dengan dibantu sang undagi sebagai pedande atau orang suci yang mempunyai wewenang membantu pembangunan rumah atau Kosala Kosali bahasa singkatnya merupakan Fengshui-nya Bali, ini adalah sebuah tatanan cara, tata letak, serta tata bangunan baik itu bangunan tempat tinggal atupun bangunan tempat suci yang ada di Bali tentunya. Yang sesuai akan landasan Filosofis, Etis, dan Ritual dengan memperhatikan dari konsepsi perwujudan, pemilihan tempat atau lahan, hari baik dewasa membangun rumah, dan pelaksanaan dari arsitektur bangunan Bali, juga tak lepas dari peran beberapa tokoh pada sejarah Bali Aga berikut zaman Majapahit. Tokoh seperti Kebo Iwa dan Mpu Kuturan yang hidup pada abad ke 11, atau pada zaman pemerintahan Raja Anak Wungsu di Bali banyak yang mewarisi landasan pembanguna arsitektur Nirartha yang hidup di zaman Raja Dalem Waturenggong setelah ekspedisi Gajah Mada ke Bali pada abad 14, juga ikut serta mewarnai khasanah arsitektur tersebut ditulis dalam lontar Asta Bhumi dan Asta kosala-kosali yang menganggap bahwa Bhagawan Wiswakarma sebagai dewa para arsitektur. Seperti Penjelasan dikatakan oleh Ida Pandita Dukuh Samyaga. Lebih jauh dikemukakan bahwa , Bhagawan Wiswakarma disebut sebagai Dewa Arsitektur, sebenarnya merupakan tokoh dalam cerita Mahabharata yang dimintai tolong oleh Krisna untuk membangun kerajaan barunya. Didalam kisah tersebut, hanya Wismakarma ini yang bersatu sebagai dewa kahyangan yang sanggup merubah laut menjadi sebuah kerajaan untuk Krisna. Lalu secara turun-temurun oleh umat Hindu diangap sebagai dewa arsitektur. Karena itu, tiap bangunan di bali pasti selalu disertai dengan upacara pemujaan terhadap dewa Bhagawan Wiswakarma. Upacara tersebut dilakukan mulai dari pemilihan lokasi, membuat dasar bagunan hingga bangunan selesai dibangun. Hal ini tentu bertujuan untuk minta restu kepada dewa arsitektur Bhagawan Wiswakarma agar bangunan tersebut hidup dan memancarkan vibrasi positif bagi pemilik serta penghuninya. Menurut kepercayaan pada masyarakat Hindu Bali, bangunan memiliki jiwa bhuana agung atau alam makrokosmos sedangkan manusia yang tinggal di bangunan adalah bagian dari buana alit atau mikrokosmos. Antara manusia dan bangunan yang ditempati haruslah harmonis, agar mampu mendapatkan keseimbangan anatara kedua alam tersebut. Karena itu,membuat bagunan harus sesuai dengan aturan dan tatacara yang ditulis dalam sastra Asta Bhumi dan Atas Kosala-kosali yang kita kenal sebagai fengsui Hindu Juga Design Arsitektur rumah adat sunda berdasarkan atap dan filosofinyaAsta Kosala Kosali adalah sebuah cara penataan tempat atau lahan untuk rumah ataupun tempat tinggal dan bangunan suci. Penataan bangunan ini yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya. Pengukuran bangunan nya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang si pemilik rumah. Mereka tidak menggunakan meteran pada umumnya tetapi menggunakan sepertiMusti ukuran atau dimensi dengan ukuran tangan mengepal dengan ibu jari yang menghadap ke atas,Hasta ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewata mulai dari pergelangan tengah tangan sampai ujung jari tengah yang terbukaDepa ukuran yang dipakai diantara dua bentangan tangan yang dilentangkan dari kiri ke kananJadi nanti ukuran besar rumahnya akan ideal sekali dengan pemilik atau penghuni atas telah dijelaskan bahwa mengenai Buana Agung makrokosmos dan Buana Alit Mikrokosmos. Nah, kosmologi Bali itu dapat digambarkan secara hirarki atau berurutan seperti Bhur alam semesta, tempatnya bersemayamnya para alam manusia & kehidupan keseharian yang penuh dengan godaan dunia, yang berhubungan dengan materialismeSwah, alam nista yang menjadi simbol akan keberadaan setan & nafsu yang selalu menggoda manusia untuk berbuat dosa atau menyimpang dari itu Konsep ini berpegang juga pada mata angin,dengan 9 mata angin Nawa Sanga. Setiap bangunan arsitektur itu memiliki tempat sendiri. seperti misalnyaDapur, karena biasa berhubungan dengan Api maka Dapur ini ditempatkan di Selatan,Tempat suci untuk Sembahyang karena ini berhubungan dengan menyembah akan di tempatkan di Timur tempatnya matahari karena menjadi sumber Air maka akan ditempatkan di Utara dimana Gunung itu berada begitu itu juga status sosial juga menjadi pedoman. Jadi arsitektur rumah di bali itu ada yang disebut Puri juga atau Jeroan, biasanya akan dibangun oleh warna atau wangsa Kesatria. namun karena sekarang banyak yang sudah menjadi kaya di Bali, jadi siapapun kini boleh membuat yang seperti ini. Namun mungkin nanti perbedanya di Tempat Persembahyangan di Dalamnya itu juga merupakan sistem hirarki, di Bali Hirarkial itu juga sangat berpengaruh terhadap tata ruang bangunan rumahnya. Dalam pembuatan rumahnya rumah akan dibagi menjadijaba adalah untuk bagian paling terluar bangunanjaba jero adalah untuk mendifinisikan bagian ruang diantara luar dan dalam, atau kita sebut ruang tengahJero untuk mendeskripsikan bagian ruang paling dalam dari sebuah pola ruangan yang dianggap sebagai ruangan paling suci atau paling privacy bagi rumah konsep ini juga disebutkan tentang teknik teknik konstruksi dan materialnya. yang dinamakan Tri Angga, yang terdiri dariNista yang menggambarkan tentang hirarki paling bawah pada sebuah bangunan, diwujudkan dengan pondasi rumah atau bawah rumah sebagai penyangga rumah. bahan bakunya biasanya terbuat dari Batu bata atau Batu alam merupakan bagian tengah bangunan yang diwujudkan dalam bangunan dinding, jendela dan pintu pintu. Madya mengambarkan strata manusia atau alam merupakan simbol dari bangunan bagian paling atas yang diwujudkan dalam bentuk atap yang diyakini juga sebagai tempat yang paling suci dalam rumah tinggal sehingga juga digambarkan tempat tinggal dewa atau leluhur mereka yang sudah tiada. Pada bagian atap ini bahan baku yang digunakan pada arsitektur tradisional bali adalah atap ijuk dan bagian-bagian dari rumah BaliPamerajan adalah sebuah tempat upacara yang dipakai untuk keluarga. Dan pada perkampungan tradisional biasanya pada setiap keluarga memiliki pamerajan yang letaknya di Timur Laut pada sembilan petak pola ruangUmah Meten adalah ruang yang biasanya dipakai tidur pemimpin keluarga sehingga posisinya haruslah terhormatBale Sakepat, bale ini biasanya digunakan sebagai tempat tidur anak anak atau anggota keluarga lain yang masih tiang sanga biasanya digunakan sebagai ruang tamuBale Dangin biasanya dipakai untuk bersantai membuat benda benda seni atau merajut pakaian bagi anak dan digunakan untuk tempat menyimpan hasil panen, baik berupa padi dan hasil kebun Dapur yaitu dapur atau tempat memasak bagi adalah bagian entrance yang memiliki fungsi sebagai pengalih jalan masuk sehingga jalan masuk tidak terus lurus kedalam tetapi menyamping. Hal ini dimaksudkan agar pandangan dari luar tidak langsung lurus ke yaitu entrance yang memiliki fungsi seperti candi bentar pada pura yaitu sebagai gapura jalan bangunan bali atau yang buat rumah di Bali disebut juga Undagi. Begitulah tradisi pembuatan rumah di filosofis Asta Kosala KosaliHubungan Bhuwana Alit dengan Bhuwana Agung. Pembangunan perumahan adalah berlandaskan filosofis bhuwana alit bhuwana agung. Bhuwana Alit yang berasal dari Panca Maha Bhuta adalah badan manusia itu sendiri dihidupkan oleh jiwatman. Segala sesuatu dalam Bhuwana Alit ada kesamaan dengan Bhuwana Agung yang dijiwai oleh Hyang Widhi. Kemanunggalan antara Bhuwana Agung dengan Bhuwana Alit merupakan landasan filosofis pembangunan perumahan umat Hindu yang sekaligus juga menjadi tujuan hidup manusia di dunia unsur pembentuk. Unsur pembentuk membangun perumahan adalah dilandasi oleh Tri Hit a Karana dan pengider- ideran Dewata Nawasanga. Tri Hita Karana yaitu unsur Tuhan/ jiwa adalah Parhyangan/ Pemerajan. Unsur Pawongan adalah manusianya dan Palemahan adalah unsur alam/ tanah. Sedangkan Dewata Nawasanga Pangider- ideran adalah sembilan kekuatan Tuhan yaitu para Dewa yang menjaga semua penjuru mata angin demi keseimbangan alam semesta EtisTata nilai dari bangunan adalah berlandaskan etis dengan menempatkan bangunan pemujaan ada di arah hulu dan bangunan- bangunan lainnya ditempatkan ke arah teben hilir. Untuk lebih pastinya pengaturan tata nilai diberikanlah petunjuk yaitu Tri Angga adalah Utama Angga, Madya Angga dan Kanista Angga dan Tri Mandala yaitu Utama, Madya dan Kanista hubungan dengan lingkungan. Dalam membina hubungan baik dengan lingkungan didasari ajaran Tat Twam Asi yang perwujudannya berbentuk Tri Kaya ParisudhaLandasan Ritual Dalam mendirikan perumahan hendaknya selalu dilandaskan dengan upacara dan upakara agama yang mengandung makna mohon ijin, memastikan status tanah serta menyucikan, menjiwai, memohon perlindungan Ida Sang Hyang Widhi sehingga terjadilah keseimbangan antara kehidupan lahir dan perwujudan Konsepsi perwujudan perumahan umat Hindu merupakan perwujudan landasan dan tata ruang, tata letak dan tata bangunan yang dapat dibagi dalam Keseimbangan Alam Wujud perumahan umat Hindu menunjukkan bentuk keseimbangan antara alam Dewa, alam manusia dan alam Bhuta lingkungan yang diwujudkan dalam satu perumahan terdapat tempat pemujaan tempat tinggal dan pekarangan dengan penunggun karangnya yang dikenal dengan istilah Tri Hita Bhineda, Hulu Teben, Purusa Pradhana. Rwa Bhineda diwujudkan dalam bentuk hulu teben hilir. Yang dimaksud dengan hulu adalah arah/ terbit matahari, arah gunung dan arah jalan raya margi agung atau kombinasi dari padanya. Perwujudan purusa pradana adalah dalam bentuk penyediaan natar. sebagai ruang yang merupakan pertemuan antara Akasa dan Angga dan Tri Mandala. Pekarangan Rumah Umat Hindu secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian Tri Mandala yaitu Utama Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai utama seperti tempat pemujaan. Madhyama Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai madya tempat tinggal penghuni dan Kanista Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai kanista misalnya kandang. Secara vertikal masing- masing bangunan dibagi menjadi 3 bagian Tri Angga yaitu Utama Angga adalah atap, Madhyama angga adalah badan bangunan yang terdiri dari tiang dan dinding, serta Kanista Angga adalah batur pondasi.Harmonisasi dengan potensi lingkungan. Harmonisasi dengan lingkungan diwujudkan dengan memanfaatkan potensi setempat seperti bahan bangunan dan prinsip- prinsip bangunan Tanah Pekarangan. Tanah yang dipilih untuk lokasi membangun perumahan diusahakan tanah yang miring ke timur atau miring ke utara, pelemahan datar asah, pelemahan inang, pelemahan marubu lalahberbau pedas.Tanah yang patut dihindari sebagai tanah lokasi membangun perumahan adalah karang karubuhan tumbak rurung/ jalan,karang sandang lawe pintu keluar berpapasan dengan persimpangan jalan,karang sulanyapi karang yang dilingkari oleh lorong jalankarang buta kabanda karang yang diapit lorong/ jalan,karang teledu nginyah karang tumbak tukad,karang gerah karang di hulu Kahyangan,karang tenget,karang buta salah wetu,karang boros wong dua pintu masuk berdampingan sama tinggi,karang suduk angga, karang manyeleking dan yang paling buruk adalahtanah yang berwarna hitam- legam, berbau “bengualid” busukTanah- tanah yang tidak baik ala tersebut di atas, dapat difungsikan sebagai lokasi membangun perumahan jikalau disertai dengan upacara/ upakara agama yang ditentukan, serta dibuatkan palinggih yang dilengkapi dengan upacara/ upakara pamarisuda. Perumahan Dengan Pekarangan Sempit, bertingkat dan Rumah Sempit. Dengan sempitnya pekarangan, penataan pekarangan sesuai dengan ketentuan Asta Bumi sulit dilakukan. Untuk itu jiwa konsepsi Tri Mandala sejauh mungkin hendaknya tercermin tempat pemujaan, bangunan perumahan, tempat pembuangan alam bhuta. Karena keterbatasan pekarangan tempat pemujaan diatur sesuai konsep tersebut di atas dengan membuat tempat pemujaan minimal Kemulan/ Rong Tiga atau Padma, Penunggun Karang dan Bertingkat. Untuk rumah bertingkat bila tidak memungkinkan membangun tempat pemujaan di hulu halaman bawah boleh membuat tempat pemujaan di bagian hulu lantai Susun. Untuk rumah Susun tinggi langit- langit setidak- tidaknya setinggi orang ditambah 12 jari. Tempat pemujaan berbentuk pelangkiran ditempatkan di bagian hulu Membangun Ngeruwak. Wewaran Beteng, Soma, Buda, Wraspati, Sukra, Tulus, Kasa, Ketiga, Kapat, Watek Watu. Wewaran Beteng, soma, Budha, Wraspati, Sukra, was, tulus, dadi. Sasih Kasa, Katiga, Kapat, Kalima. Wewaran Beteng, Soma, Budha, Wraspati, Sukra, tulus, Wewaran Beteng, was, soma, Budha, Wraspati, Sukra, tulus, ala geni Rawana, Lebur awu, geni murub, dan lain- Melaspas. Wewaran Beteng, soma, Budha. Wraspati, Sukra, tulus, Kasa, Katiga, Kapat, Membangun Nyapuh sawah dan tegal. Apabila ada tanah sawah atau tegal dipakai untuk tempat tinggal. Jenis upakara paling kecil adalah tipat dampulan, sanggah cucuk, daksina l, ketupat kelanan, nasi ireng, mabe bawang jae. Setelah “Angrubah sawah” dilaksanakan asakap- sakap dengan upakara Sanggar Tutuan, suci asoroh genep, guling itik, sesayut pengambeyan, pengulapan, peras panyeneng, sodan penebasan, gelar sanga sega agung l, taluh 3, kelapa 3, benang + pangruwak bhuwana dan nyukat karang, nanem dasar wewangunan. Upakaranya ngeruwak bhuwana adalah sata/ ayam berumbun, penek sega manca warna. Upakara Nanem dasar pabeakaonan, isuh- isuh, tepung tawar, lis, prayascita, tepung bang, tumpeng bang, tumpeng gede, ayam panggang tetebus, canang geti- Pemelaspas. Upakaranya jerimpen l dulang, tumpeng putih kuning, ikan ayam putih siungan, ikan ayam putih tulus, pengambeyan l, sesayut, prayascita, sesayut durmengala, ikan ati, ikan bawang jae, sesayut Sidhakarya, telur itik, ayam sudhamala, peras lis, uang 225 kepeng, jerimpen, daksina l, ketupat l kelan, canang 2 tanding dengan uang II kepeng. Oleh karena situasi dan kondisi di suatu tempat berbeda, maka tersebut di atas disesuaikan dengan kondisi melihat tata budaya dari berbagai suku di Indonesia, bentuk budaya Bali telah berkembang dengan ciri dan kepribadian sudut arsitektur tradisional , peranan agama dan kebudayaan dipengaruhi kebudayaan Cina dan India yang melebur ke dalam ajaran agama mereka yaitu Hindu-Budha, sehingga peranannya sangat mendalam dan dijadikan pangkal untuk mencipta, petunjuk petunjuk ini dikenal dengan nama Hasta Bumi,Hasta Kosala Kosali,Hasta Patali, sikuting umah, dan lain-lain yang berisikan berbagai petunjuk , pantangan, tata cara perencanaan, pelaksanaan dan lain-lain dalam mendirikan suatu bangunan . Pengaruhnya terlihat padaBentuk Dari segi perbandingan ukuran setiap unsur bangunan dan pekarangan berpangkal kepada ukuran kepala dan badan manusia terutama ukuran tubuh kepala keluarga yang punya rumah secara fisik dan tingkat rumah Bali, pada dasarnya bukan merupakan suatu organisasi ruangan dibawah satu atap , tetapi beberapa bangunan yang masing-masing dengan fungsinya tertentu di dalam satu lingkungan atau satu tradisional Bali yang kita kenal, mempunyai konsep-konsep dasar yang mempengaruhi tata nilai ruangnya. Konsep dasar tersebut adalahKonsep hirarki ruang, Tri Loka atau Tri AnggaKonsep orientasi kosmologi, Nawa Sanga atau Sanga MandalaKonsep keseimbangan kosmologiKonsep proporsi dan skala manusiaKonsep court, Open airKonsep kejujuran bahan bangunanKetentuan – Ketentuan Arsitektur Bangunan di BaliTempat/ denah berdasarkan Lontar Asta konstruksinya berdasarkan lontar Asta Dewa dan lontar Asta Kosala bahan/ ramuan berdasarkan lontar Asta Dewa dan lontar Asta Kosala Kosali, seperti kayu, ijuk, alang- alang, batu alam, bata dan sebagainyaAsta Kosala Kosali merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. penataan Bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya rumah. Pengukurannya pun tidak menggunakan meter tetapi menggunakan sepertiMata Pencaharian dan Pengaruh Lingkungan Lahirnya berbagai perwujudan fisik juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan geografis dan ekonomi masyarakat. Ditinjau dari aspek geografi terdapatlah Arsitektur Tradisional Bali dataran tinggi daerah pegunungan dan Arsitektur Tradisional Bali dataran rendah. Untuk daerah dataran tinggi yang penduduknya berkebun, pada umunya bangunannya kecil-kecil dan tertutup untuk menyesuaikan keadaan lingkungannya yang cenderung dingin. Tinggi dinding relatif pendek untuk menghindari sirkulasi udara yang terlalu sering. Satu bangunan bisa digunakan untuk berbagai aktifitas mulai aktifitas sehari-hari seperti tidur, memasak dan untuk hari-hari tertentu juga digunakan untuk upacara. Luas dan bentuk pekarangan relatif sempit dan tidak beraturan disesuaikan dengan topografi tempat daerah dataran rendah,yang penduduknya bertani, pekarangannya relatif luas dan datar sehingga bisa menampung beberapa massa dengan pola komunikatif, umumnya berdinding terbuka, yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Seperti bale daja untuk ruang tidur dan menerima tamu penting, bale dauh untuk ruang tidur dan menerima tamu dari kalangan biasa, bale dangin untuk upacara, dapur untuk memasak, jineng untuk lumbung padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Untuk keluarga raja dan brahmana pekarangnnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu jaba sisi pekarangan depan, jaba tengah pekarangan tengah dan jero pekarangan untuk tempat tinggal. Adapun pertimbangan dalam membangun tempat tinggal diantaranyaTanah Membuat rumah yang dapt mendatangkan keberuntungan bagi penghuninya,bagi rohaniwan dari Banjar Semaga,Desa Penatih,Denpasar ini harus diawali dengan pemilihan lokasi tanah yang yang bagus dijadikan bagunan adalah tanah yang posisinya lebih rendah miring ke timur sebelum direklamasi. Namun di luar lahan bukan milik kita,posisinya lebih juga tanah bagian utaranya juga harus lebih tanah di pinggir jalan,usahakan posisinya tanah dipeluk baik bila ada air di arah selatan tetapi bukan dari sungai yang mengalir harus berjalan pelan,tetapi posisi sungai juga harus memeluk tanah ,bukan sebaliknya menebas lokasi air yang lambat membuat Dewa air sebagai pembawa kesuburan dan rejeki banyak terserap dalam letak tanah,tekstur tanah juga harus dipastikan memiliki kualitas baik. Tanah berwarna kemerahan dan tidak berbau termasuk jenis tanah yang bagus untuk tempat menguji tekstur tanah,cobalah genggam tanah setelah lepas dari genggaman tanah itu terurai lagi,berarti kualitas tanah tersebut cocok dipilih untuk lokasi lain untuk menguji tekstur tanah yang baik adalah dengan cara melubangi tanah tersebut sedalam 40 Cm lubang itu diurug ditimbun lagi dengan tanah galian lubang penuh atau kalau bisa ada sisa oleh tanah urugan itu, berati tanah itu bagus untuk jika tanah untuk menutup lubang tidak bisa memenuhi jumlahnya kurang berati tanah tersebut tidak bagus dan tidak cocok untuk rumah karena tergolong tanah lebih baik memilih tanah yang terletak di utara jalan karena lebih mudah untuk melakukan penataan bangunan menurut konsep Asta membuat pintu masuk rumah,letak bangunan,dan tempat suci keluarga merajan/sanggah.Lokasi seperti ini memungkinkan untuk menangkap sinar baik untuk letak pintu masuk yang sesuai,akan memudahkan menangkap Dewa Air mendatangkan Bagus Jangan membangun rumah di bekas tempat-tempat umum seperti bekas balai banjar balai masyarakat, bekas pura tempat suci, tanah bekas tempat upacara ngaben massalpengorong/peyadnyanbekas gria tempat tinggal pedande/pendeta dan tanah bekas pula untuk tidak memilih lokasi tanahbersudut tiga atau lebih dari bersudut di puncak ketinggian,di bawah tebing atau jalan juga kurang bagus untuk rumah karena membuat rejeki seret dan penghuninya akan sakit – juga tanah yang terletak di pertigaan atau di perempatan jalan simpang jalan tidak bagus untuk tempat tinggal tetapi cocok untuk tempat jenis ini termasuk tanah angker karena merupakan tempat hunian Sang Hyang Durga Maya dan Sang Hyang Indra Letak Bangunan Setelah direklamasi ditata diusahkan bangunan yang terletak di timur,lantainya lebih tinggi sebab munurut masyarakat bali selatan umumnya,bagian timur dianggap sebagai hulukepalayang menurut fungsui,posisi bangunan seperti itu memberi efek matahari tidak terlalu kencang,dan air tidak sampai ke bagian yang cocok untuk ditempatkan diareal itu adalah tempat suci keluarga yg disebut merajan atau diletakan di arah barat barat daya dihitung dari tempat yang di anggap sebagai hulu tempat suci atau di sebelah kiri pintu masuk areal rumah, karena menurut konsep lontar Asta Bumi,tempat ini sebagai letak Dewa dan lumbung tempat penyimpanan padi sedapat mungkin diletakan di sebelah timur atau utara di sebelah kanan pintu gerbang masuk rumah karena melihat posisi Dewa balai Bandung tempat tidur diletakan diarah utara,sedangkan balai adat atau balai gede ditempatkan disebelah timur dapur dan diselatan balai penunjang lainnya diletakkan di sebelah selatan balai Masuk Selain menemukan posisinya yang tepat untuk menangkap dewa air sebagai sumber rejeki ukuran pintu masuk juga harus diatur. Jika membuat pintu masuk lebih dari satu,lebar pintu masuk utama dan lainya tidak boleh tinggi lantainya juga tidak boleh sama. Lantai pintu masuk utama dibali berbentuk gapura/angkul – angkul harus dibuat lebih tinggi dari pintu masuk mobil menuju dibuat sama akan memberi efek kurang menguntungkan bagi penghuninya bisa boros atau sangat bagus bila di sebelah kiri sebelah timur jika rumah mengadap selatan diatur jambangan air pot air yang disi ikan Ini sebagai pengundang Dewa Bumi untuk memberi kesuburan seisi menempatkan benda – benda runcing dan tajam yang mengarah ke pintu masuk rumah seperti penempatan meriam kuno,tiang bendera,listrik dan tiang telepon atau tataman yang berbatang tinggi seperti pohon palm,karena membuat penghuninya sakit sakitan akibat dan tempat pembungan kotoran sedapat mungkin di buat di posisi hilir dan lebih rendah dari pintu menempatkan kolam di pekarangan rumah hendaknya dibuat di atas permukaan tanahbukan lobang.Kolam di buat di sebelah kanan pintu masuk dengan posisi memelu rumah,bukan keberadaan kolam yang tidak sesuai akan mempengaruhi kesehatan penghuni Desain Arsitektur di BaliPada abad ke-18 hingga ke-19, Arsitektur Bali berada pada puncak masa keemasannya, dengan tetap menjaga keluhuran pedoman dalam seni bangun ruang yang telah diajarkan oleh para leluhurnnya, para arsitektur atau ahli bangunan Bali mulai menunjukkan dinamismenya dalam setiap karya desain arsitektur yang dibuat dengan memberikan beberapa sentuhan modern namun tetap menjaga nilai-nilai keaslian bangunan Bali. Hal cukup menarik yang kita dapat masih dapat ditelusuri jejak sejarahnya hingga saat adalah pengaruh gaya arsitektur Eropa yang sempat hadir dalam seni arsitektur bangun Bali. Di tahun 40an, beberapa daerah di Bali Utara seperti Bungkulan terdapat beberapa rumah penduduk bali yang berbentuk menyerupai mansion kecil meten. Dengan Lengkungan khas style gaya Roma juga dapat ditemukan di beberapa rumah tinggal kaum elit waktu itu, istana dan beberapa hotel. Setelah memasuki abad ke-20 setelah bangsa Indonesia ini merdeka dari masa penjajahan pengaruh gaya arsitektur bangunan Belanda dan Jepang tetap ada di Bali, Seperti rumah milik Panglima dan Istana Presiden Tampak Siring adalah dua contoh terbaik arsitektur modern di satu hal yang menarik untuk diketahui, pemahaman dasar Bali tentang sebuah arsitektur bangunan sebaiknya tidak melebihi tinggi pohon kelapa kurang lebih 15 meter, namun sebelum ini disahkan dalam peraturan tetap yang resmi, Hotel bali Beach yang kini berubah nama menjadi Grand Inna Sanur sudah mulai dibangun dan dirintis langsung oleh presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno. Hingga saat ini seni arsitektur Bali terus berkembang mengikuti perkembangan zaman moderen, pengaruh dari berbagai belahan dunia dapat kita jumpai pada banyaknya bangunan hotel, restoran dan tempat umum lainnya. Namun satu hal yang pasti semua perbedaan yang ada itu seakan menyatu menjadi sebuah harmoni di pulau yang ajaib ini. Post Views 2,626

Dalampembuatan rumah adat Bali, Asta Kosala Kosali disebutkan juga merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci dalam rumah tradisional Bali, yang penataan bangunannya di dasarkan atas anatomi tubuh yang punya rumah. Pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang empunya rumah.

Rumah yang nyaman akan membuat penghuninya kerasan, lebih produktif, dan sehat. Namun, adakalanya rumah yang sudah dibangun dengan begitu mewah, megah, bahkan sudah memenuhi kriteria ruang yang sehat dan nyaman, malah tidak dapat membuat penghuninya merasa kerasan tinggal di dalamnya karena berbagai sebab, misalnya suasana ruangan yang terasa dingin, kosong, tidak akrab, dan sejenisnya. Hal ini rasa kenyamanan ruangan-ruangan dalam sebuah rumah tidak hanya terbangun berdasarkan wujud fisik arsitektural bangunan semata, tetapi aspek tanah yang menjadi tempat di mana bangunan rumah itu berdiri juga turut menentukan. Sehingga pemilihan tanah yang tepat ikut menjadi faktor penentu kualitas hunian rumah itu pada akhirnya. Banyak sekali kriteria bagaimana cara memilih tanah yang tepat. Masyakarat dunia barat memiliki kriteria bagaimana memilih tanah yang tepat untuk hunian mereka. Masyakarat dunia timur jauh juga memiliki patokan kriteria sendiri berdasarkan ilmu arsitektur kuno warisan nenek moyangnya, yaitu Ilmu Fengshui. Demikian pula di Indonesia, masyarakat Indonesia juga memiliki banyak kriteria pemilihan tanah yang tepat untuk mendirikan rumah berdasarkan kearifan lokal masing-masing. Dalam artikel kali ini saya memilih menulis tentang pemilihan tanah untuk membangun rumah berdasarkan Asta Kosala Kosali, yang merupakan kearifan lokal masyarakat Bali dalam mendirikan bangunan. Kriteria memilih tanah untuk bangunan rumah berdasarkan kearifan lokal suku-suku lainnya di Indonesia akan ditulis pada artikel lain. Asta kosala kosali merupakan pedoman petunjuk dalam budaya masyarakat Bali dalam mengatur atau menata lahan, baik untuk bangunan suci maupun bangunan rumah tinggal yang di dalamnya mengatur ukuran, simbol-simbol, desain, sampai tata ruang bangunan. Tanah yang Baik Dalam asta kosala kosali, ada lima kriteria tanah yang baik untuk hunian rumah tinggal, yaitu Menemu Labha, adalah tanah yang miring ke arah timur. Artinya, bagian tanah di sisi timur lebih rendah daripada bagian tanah di sisi barat. Tanah ini sangat ideal untuk dipergunakan sebagai tempat mendirikan bangunan karena sinar matahari dapat menyinari bangunan, vegetasi, dan makhluk hidup di atasnya sepanjang hari. Tanah jenis ini dalam kearifan lokal masyarakat Bali dipercaya membawa keberuntungan dan umur panjang. Manemu Labha Paribhoga Wredhi, adalah tanah yang miring ke utara. Artinya bagian tanah di sisi utara lebih tinggi daripada bagian tanah di sisi selatan. Tanah ini juga sangat ideal untuk bangunan tempat tinggal karena diyakini membawa pengaruh baik dan kemakmuran yang melimpah bagi penghuninya. Paribhoga Wredhi Karang Dewa Ngukuhin, adalah tanah atau pekarangan yang apabila dimasuki akan memberikan rasa asri, damai, tentram, dan tenang. Tanah ini cukup baik untuk digunakan mendirikan bangunan di atasnya karena diyakini membawa ketentraman dan ketenangan batin serta kedamaian. Karang Dewa Ngukuhin Karang Prekanti, adalah pekarangan yang apabila tanahnya dicangkul sedalam kira-kira 30 cm akan mengeluarkan bau pedas lalah1. Tanah ini juga baik untuk digunakan mendirikan bangunan karena diyakini mendatangkan kebahagian dan persahabatan. Pekarangan Datar, adalah pekarangan yang datar atau landai, dengan tempat di sekelilingnya tidak ada yang berbukit atau miring2. Tanah ini rata dengan jalan atau pusat kota3. Tanah ini juga relatif baik digunakan untuk membangun hunian, tetapi tidak sebaik dan seideal tanah nomor 1 – 3 di atas. Pekarangan Datar Tanah yang Tidak Baik Dalam asta kosala kosali, ada sembilan kriteria tanah yang tidak baik untuk hunian rumah tinggal, yaitu Karang Manyelengking, yaitu dua keluarga yang berbeda golongan bukan satu keluarga menjadi penghuni dalam satu lokasi tanah atau pekarangan dalam satu batasan pagar. Dalam kearifan lokal masyarakat Bali, diyakini hal ini akan mendatangkan marabahaya bagi penghuninya, misalnya penghuni rumah sering sakit. Karang Boros Wong, yaitu lahan atau pekarangan dengan dua buah pintu masuk atau keluar berukuran sama dalam posisi sejajar pada satu bidang sisi. Lahan seperti ini diyakini akan mendatangkan kesulitan ekonomi, kekurangan, dan rasa panas bagi penghuninya. Karang Suduk Angga, yaitu tanah yang terkena air hujan dari atap bangunan orang lain, terkena air limbahan bangunan orang lain, atau kemasukan akar tanaman dari tanah di sebelahnya tanah yang berbatasan. Diyakini bahwa tanah seperti ini akan menyebabkan kesehatan penghuninya terganggu. Karang Melekpek, yaitu tanah yang apabila dimasuki membawa hawa panas yang terus-menerus. Tanah seperti ini diyakini mendatangkan hawa pertikaian, ketidaktenangan, dan terganggunya kesehatan. Karang Ucem, lokasi tanah yang terlihat kusam, kotor, dan tidak bercahaya. Disebut pula dengan pekarangan yang hitam. Tanah seperti ini tidak baik untuk bangunan rumah. Karang Miring ke Barat, yaitu tanah atau pekarangan dengan bagian tanah di sisi timur lebih tinggi daripada bagian tanah di sisi barat. Tanah seperti ini diyakini dapat membuat kesehatan penghuninya terganggu. Karang Miring ke Selatan, yaitu tanah atau pekarangan dengan bagian tanah di sisi selatan lebih tinggi daripada bagian tanah di sisi utara. Tanah seperti ini tidak baik digunakan untuk mendirikan bangunan karena diyakini dapat menyebabkan penghuninya terus-menerus diserang desti reluh terang jana4. Karang Berbau, yaitu tanah atau pekarangan yang berbau tidak sedap, memiliki rasa manis dengan tanah berwarna hitam. Tanah seperti ini dianggap berbahaya sehingga tidak boleh digunakan untuk mendirikan bangunan tempat tinggal. Karang Bhaya, yaitu lokasi tanah atau pekarangan dimana pada lokasi tersebut yang sering dijumpai ceceran darah mentah tanpa sebab yang jelas. Tanah seperti ini dianggap sangat berbahaya sehingga sangat tidak disarankan untuk digunakan sebagai tempat membangun rumah. Tanah yang Cacat Dalam asta kosala kosali, ada sembilan kriteria tanah yang sebenarnya dapat digunakan untuk hunian rumah tinggal tetapi kondisinya masih kurang baik sehingga harus diperbaiki agar dapat difungsikan untuk hunian, yaitu Karang Sandang Lawe, yaitu lokasi tanah atau pekarangan yang pintu keluar masuknya berhadapan dengan pertigaan jalan, istilah lainnya adalah tanah atau pekarangan tusuk sate. Tanah seperti ini dianggap akan membuat kesehatan penghuninya terganggu sehingga untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan cara menggeser pintu keluar masuknya ke kiri atau kanan agar tidak berhadapan lurus dengan pertigaan jalan. Karang Sula Nyupi Karang Apit Yuyu, yaitu tanah atau pekarangan yang pada semua sisinya dikelilingi dilingkari oleh jalan umum, gang, atau sungai. Tanah seperti ini dalam kearifan lokal masyarakat Bali diyakini mendatangkan kesialan dan hawa panas. Cara mengatasinya kalau ingin mendirikan bangunan di tanah seperti ini adalah dengan membuat dua buah Pelinggih Padma Capah menghadap ke arah jalan dari pekarangan yang dilingkari5. Karang Kuta Kabanda Karang Apit Rurung, yaitu tanah atau pekarangan yang diapit oleh jalan pada kedua sisinya, baik itu samping kanan dan kiri tanah maupun di muka dan belakang tanah. Tanah seperti ini dalam kearifan lokal masyarakat Bali dianggap dapat membawa bencana. Cara mengatasinya agar dapat digunakan untuk membangun hunian adalah dengan membangun tempat usaha pada salah satu sisinya, dan pada sisi lainnya yang berbatasan dengan jalan digunakan sebagai lahan sisa. Antara lahan sisa dengan lahan pekarangan diberi batas berupa pagar tembok. Karang Teledu Nginyah, yaitu tanah atau pekarangan yang terletak di samping Karang Sandang Lawe kosong, atau berhadapan dengan pertigaan saluran air. Tanah seperti ini sangat baik digunakan sebagai rumah tinggal seorang dukun atau balian, tetapi tidak baik digunakan untuk membangun rumah tinggal bagi masyarakat biasa karena dianggap dapat mendatangkan gangguan kesehatan dan kesusahan hidup. Cara mengatasinya adalah dengan membangun sebuah tugu di pertigaan saluran air tersebut. Tugu ini dalam prinsip asta kosala kosali adalah sebagai sarana penangkal tolak bala. Karang Grah, yaitu tanah atau pekarangan yang lokasinya bersebelahan sebelah timur atau utara dengan Pura Kahyangan Tiga, Dang Kahyangan, dan Sad Kahyangan. Tanah seperti ini dianggap dapat mendatangkan bahaya, ketidaktentraman, dan hawa panas. Cara mengatasinya adalah dengan memberi jarak berupa jalan umum atau gang atau tanah seperti ini digunakan sebagai tempat usaha baik berupa bangunan usaha atau lahan usaha seperti perkebunan. Karang Negen Amada-mada Bharata, yaitu dua bidang tanah atau pekarangan dengan letak saling berhadapan dengan dibatasi jalan raya pada bagian tengahnya, yang dimiliki oleh satu keluarga. Tanah seperti ini dianggap dapat membawa gangguan kesehatan dan kesedihan. Cara mengatasinya adalah tidak membangun bangunan yang fungsinya sama, misalnya kedua-keduanya digunakan untuk membangun rumah tinggal. Sehingga kalau pekarangan yang satu sudah digunakan untuk membangun rumah tinggal, maka pekarangan satunya yang di sebarang jalan sebaiknya digunakan sebagai area usaha, apakah itu toko, kontrakan, atau perkebunan. Karang Tumbak Tembok, yaitu tanah atau pekarangan yang pintu keluar masuknya berhadapan dengan tembok pekarangan orang lain. Cara mengatasinya adalah dengan membuat lorong atau jalan keluar masuk yang tidak berhadapan dengan tembok pekarangan orang lain. Karang Naga Sesa Karang Apitan, yaitu tanah atau pekarangan yang letaknya diapit oleh pekarangan orang lain di kanan kirinya dimana dua pekarangan yang mengapit itu dimiliki oleh satu mengatasinya adalah dengan memberi jarak/gang kecil pada perbatasan tanah atau pekarangan. Karang Emet Karang Lebah Paraning Banyu, yaitu tanah atau pekarangan yang lebih rendah dari pekarangan lain sehingga dapat dibanjiri air. Cara mengatasinya adalah dengan membuat saluran drainase atau got pada batas pekarangan. Demikianlah sekelumit tulisan mengenai cara memilih tanah yang baik untuk bangunan rumah berdasarkan prinsip Asta Kosala Kosali. Catatan Kaki 1 lihat Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 46 2 lihat Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 45 3 lihat 4 lihat Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 49 5 lihat Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 53 Referensi Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. Asta Kosala Kosali, Fengshui Tata Ruang & Bangunan Bali Hits 13119 Related 2015-10-03 Leave a Reply DalamAsta Kosala Kosali ini disebutkan bahwa aturan-aturan pembuatan sebuah rumah harus mengikuti aturan-aturan anatomi tubuh pemilik rumah dengan dibantu sang undagi sebagai pedande atau orang suci yang mempunyai wewenang membantu pembangunan rumah atau pura. Asta Kosala Kosali Fengshui Arsitektur Bali - Bali merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang sangat beragam seni dan kebudayaannya. Salah satu buktinya tercermin dalam Rumah Adat Bali, yang memiliki jenis bermacam-macam lengkap dengan keunikan masing-masing. Rumah Adat Bali bukan hanya sekadar hunian tempat tinggal, tapi juga sarana pelaksanaan ibadah serta upacara adat. Selain itu, Rumah Adat Bali juga memiliki desain arsitektur khusus. Bangunannya memiliki struktur, fungsi dan ornamen yang digunakan turun-temurun. Dalam membangun rumah, masyarakat Bali juga mengenal pakem dalam konsep tata bangunan yang sejalan dengan keagamaan yang dikenal dengan Asta Kosala Kosali. Baca juga Rumah Adat Aceh Nama, Ciri Khas, Filosofi, dan Fungsi Tiap Bagiannya Bagian-bagian dan Fungsi dalam Rumah Adat Bali Rumah Adat Bali memiliki beberapa bagian. Masing-masing bagian rumah adat juga memiliki keunikan. Berikut beberapa bagian Rumah Adat Bali beserta fungsinya 1. Angkul-angkul Angkul-angkul merupakan bagian yang selalu ada di hampir semua Rumah Adat Bali. Fungsi Angkul-angkul sendiri sebagai pintu masuk utama untuk masuk ke dalam rumah. Angkul-angkul hampir mirip dengan gapura. Ia berupa dua bangunan sejajar yang dihubungkan dengan atap. 2. Aling-aling Aling-aling bisa diartikan sebagai pembatasan. Hal ini sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai pembatas antara angkul-angkul dengan alaman suci. Aling-aling dipercaya memiliki aura positfi, sehingga terdapat dinding pembatas yang disebut dengan istilah penyengker. Baca juga Ruma Gorga, Rumah Adat Batak yang Sarat Makna 3. Pura Keluarga Di setiap Rumah Adat Bali selalu dilengkapi dengan pura keluarga yang menjadi bangunan ketiga setelah angkul-angkul dan aling-aling. Pura keluarga fungsinya sebagai tempat berdoa dan beribadah seluruh anggota keluarga. Pura keluarga biasanya berada di sudut sebelah timur laut dari rumah hunian. Setelah ketiga bagian di atas, bagian berikutnya adalah ruangan utama rumah atau hunian utama. Dalam bangunan utama ini, biasanya terdapat beberapa ruangan yang memiliki fungsinya masing-masing. Berikut beberapa ruangan dalam Rumah Adat Bali beserta fungsinya - Bale Manten Ruangan ini dikhususkan untuk kepala keluarga atau anak gadis. Letaknya berada di sebelah utara. Bentuk bale manten berupa persegi panjang dengan bale-bale di bagian kiiri dan kanannya. Bale Manten diperuntukkan bagi anak gadis dalam keluarga sebagai bentuk perhatian. Baca juga 10 Rumah Adat Bali, Keunikan, Ciri Khas, dan Fungsi - Bale Dauh Berikutnya adalah bale dauh, yaitu ruangan yang berfungsi untuk menerima tamu. Selain itu, bale dauh juga difungsikan sebagai tempat tidur anak laki-laki dalam keluarga. Sama seperti Bale Manten, Bale Dauh juga berupa bangunan persegi panjnag. Bedanya, Bale Dauh berada di bagain dalam rumah. Posisi Bale Dauh biasanya di sebelah barat, dengan lantai yang harus lebih rendah dari Bale Manten. - Bale Sepakat Bale Sepakat berupa bangunan yang mirip dengan gazebo yang dilengkapi dengan empat tiang. Bale Sepakat biasanya digunakan sebagai ruang bersantai seluruh anggota keluarga. Dinamakan Bale Sepakat karena diharapkan seluruh anggota keluarga bisa lebih akrab dan hangat saat berkumpul di sana. - Bale Gede Bale Gede berupa bangunan persegi panjang dengan 12 buah tiang di dalamnya. Fungsi Bale Gede adalah untuk tempat digelarnya upacara adat, sehingga ruangan ini termasuk ruangan sakral. Oleh karena itu, bagian lantai Bale Gede harus lebih tinggi dari ruangan lain, termasuk Bale Manten. Selain lebih tinggi, Bale Gede juga didesain lebih luas dan besar dibanding bangunan atau ruangan lainnnya. - Pawaregen Bangunan ini berfungsi sebagai dapur dalam Rumah Adat Bali. Ukuran Pawaregen biasanya sedang, dan letaknya di sebelah barat laut atau selatan rumah tama. Di Pawaregen juga terdapat dua ruangan, yang fungsinya pertama untuk memasak dan kedua untuk menyimpan peralatan dapur. - Lumbung Berikutnya adalah Lumbung, yaitu bangunan kecil yang fungsinya sebagai lumbung atau tempat penyimpanan bahan makanan pokok. Baca juga Mengenal Rumah Adat Bali Makna Asta Kosala Kosali Angkul-angkul atau pintu masuk halaman utama pada Rumah Adat disinggung dalam pemaparan sebelumnya, masyarakat Bali memiliki pengetahuan aturan arsitektur yang disebut Asta Kosala Kosali. Secara umum, Asta Kosala Kosali merupakan ajaran yang ada pada lontar Bhagawan Siswakarma. Sejatinya ajaran Asta Kosala Kosali ini merupakan penuntun generasi muda, untuk membangun Tri Hita Karana, yaitu palemahan, pawongan, dan periangan. Dalam Rumah Adat Bali, Asta Kosala Kosali dimaknai sebagai konsep keagamaan yang dikemas dalam tata bangunan atau arsitektur. Asta Kosala Kosali diterapkan dengan menggunakan anatomi tubuh manusia, yaitu sang pemilik rumah atau tanah untuk penataan lahan tempat tinggalnya. Maksudnya pemilik rumah akan mengukur bagian-bagian rumah dengan menggunakan tubuhnya, tidak menggunakan satuan baku. Misalnya acengkang atau alengkat yang diukur dari ujung telunjuk hingga ibu jari tangan yang direntangkan, dan lain sebagainya. Baca juga Rumah Adat Jambi Kajang Lako, Fungsi, dan Keunikannya Pengukuran anatomi tubuh ini ada beberapa jenis, antara lain Amusti, yaitu ukuran atau dimensi untuk ukuran tangan mengepal dengan ibu jari menghadap ke atas. Sahasta, ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewasa dari pergelangan tengah sampai ujung jari tengah yang terbuka. Atengen Depa Agung, ukuran yang dipakai antara dua bentang tangan yang direntangkan ke kiri dan ke kanan. Agemel, ukuran keliling tangan yang dikepalkan. Aguli, ukuran ruas tengah jari telunjuk. Akacing, ukuran pangkal sampai ujung jari kelingking tangan kanan. Alek, ukuran pangkal sampai ujung jari tengah tangan kanan. Atapak batis, ukuran sepanjang telapak kaki. Atapak batis ngandang, ukuran selebar telapak kaki. Atengan depa alit, ukuran pangkal lengang, sampai ujung tangan yang dikepalkan. Auseran, ukuran pangkal ujung jari telunjuk yang ditempatkan pada suatu permukaan. Duang jeriji, ukuran lingkar dua jari, yaitu jari telunjuk dan jari tengah dirapatkan. Petang jeriji, ukuran lebar empat jari, yaitu telunjuk, jari tengah, jari manis, kelingking dirapatkan. Atampak lima, ukuran selebar telapak tangan yang dibuka dengan jari dirapatkan. Dalam Asta Kosala Kosali juga berpatokan pada Nawa Sanga atau 9 mata angin. Konsep ini yang dijadikan acuan untuk menempatkan setiap ruang dalam Rumah Adat Bali. Sumber
HastaBumi adalah ukuran bumi, ukuran tanah atau ukuran tanah pekarangan.Jiwa, 1992. Kata Asta bisa juga berarti delapan dan kata hasta juga sering diartikan dengan tangan. Sedangkan kata Ashta berarti Perancangan, sehingga dalam kaitannya dengan pedoman untuk merancang tata letak bangunan tradisional, Bali maka kata Ashta ini kiranya yang
1. Sedang, banyak mempunyai Buruk, sering menemui Buruk, sering mendapat Baik, akan mendapat ilmu Buruk, sering mengalami Baik sekali, amat Baik, bisa menjadi Buruk, tidak disenangi oleh Buruk, sering sakit.

Sedangkan untuk dapur terletak di arah barat daya dihitung dari sebelah kiri pintu masuk area rumah, karena menurut konsep Asta Kosala Kosali, tempat ini sebagai letak Dewa Api. Selain itu, hal unik yang perlu diketahui dari tradisi Asta Kosala Kosali ini adalah tentang sebuah arsitektur bangunan sebaiknya tidak melebihi tinggi pohon kelapa

Hometradisional9 Posisi Pintu Masuk Rumah sesuai Arsitektur Tradisional Bali 4/01/2019 0 Comments Membuat pintu masuk rumah di Bali ternyata tidak boleh sembarangan, ada banyak faktor yang menentukan letak sebuah pintu masuk rumah tradisional bali. Ketika pekarangan rumah menghadap jalan dengan orientasi ke utara aturannya akan berbeda dengan rumah yang menghadap ke selatan. 9 Posisi Pintu Masuk Rumah sesuai Arsitektur Tradisional Bali - img by Bali selain punya kekayaan alam budaya ternyata juga menyimpan arsitektur yang melegenda. Di Bali rumah-rumah dan bangunan lainnya selalu dibangun atas dasar aturan yang mengacu pada asta kosala kosali dan asta bumi. Aturan ini seperti aturan feng shui di Cina, namun spesifik untuk bangunan tradisional Bali Nyoman Suweta, dalam menyampaikan bahwa dalam membuat pintu keluar-masuk pekarangan rumah, terlebih dahulu karang tersebut dibagi sembilan, kemudian ditarik ketekan hitungan dari kiri ke kanan. Hal ini juga sama seperti yang ada dalam situs tentang posisi terbaik untuk menentukan pintu rumah sesuai orientasi mata angin seperti berikut ini Pintu Rumah menghadap ke Utara ketekan perhitungan untuk pemedal pintu rumah bali yang menghadap ke utara Untuk pemedal atau pintu masuk yang menghadap ke Utara, ketekan atau perhitungannya dengan cara membagi 9 lebar lahan dan kemudian dihitung dari Barat ke Timur dengan rincian sebagai berikut Polih arta saking tan becik = mendapat harta dari cara tidak baik tidak baik Sugih = kaya sangat baik Madue Santana = memiliki anak baik Edalemin anak= kasihan pada orang lain baik Sering meweh = sering susah tidak baik Sugih = kaya sangat baik Sugih saking rabi = kaya karena istri baik Meweh saking anak lian= susah karena orang lain tidak baik Sering meweh = sering susah/sakit Pintu Rumah menghadap ke Timur ketekan perhitungan untuk pemedal pintu rumah bali yang menghadap ke timur Untuk pemedal atau pintu masuk yang menghadap ke Timur, ketekan atau perhitungannya dengan cara membagi 9 lebar lahan dan kemudian dihitung dari Utara ke Selatan dengan rincian sebagai berikut Maduwe Sentana = memiliki anak baik Sering meweh = sering susah tidak baik Kawon = tidak baik tidak baik Wikan = pintar baik Kapaten = meninggal tidak baik Rahayu = selamat sangat baik Sugih = kaya sangat baik Kaceda = celaka tidak baik Suka = senang sangat baik Pintu Rumah menghadap ke Selatan ketekan perhitungan untuk pemedal pintu rumah bali yang menghadap ke selatan Untuk pemedal atau pintu masuk yang menghadap ke Selatan, ketekan atau perhitungannya dengan cara membagi 9 lebar lahan dan kemudian dihitung dari Timur ke Barat dengan rincian sebagai berikut Manggihdosa = mendapatkan dosa tidak baik Polihistri = mendapatkan istri baik Polihbhoga = mendapatkan makanan sangat baik Kasiddhan = mampu, berhasil sangat baik Sadarana = hidup sederhana sedang Sering meweh = sering susah tidak baik Bingbang = ragu tidak baik Rahayu = selamat sangat baik Kapandungan = kecurian tidak baik Pintu Rumah menghadap ke Barat ketekan perhitungan untuk pemedal pintu rumah bali yang menghadap ke barat Untuk pemedal atau pintu masuk yang menghadap ke Barat, ketekan atau perhitungannya dengan cara membagi 9 lebar lahan dan kemudian dihitung dari Selatan ke Utara dengan rincian sebagai berikut Sering sungkan = sering sakit tidak baik Kerahuang anak lingsir = kedatangan orang tua suci baik Masantana = memiliki anak baik Kasorang rabi = direndahkan istri/suami tidak baik Kapandungan = kecurian tidak baik Suka = senang sangat baik Rahayu = selamat sangat baik Manggih dosa saking oka = mendapatkan dosa dari anak tidak baik Tiwas = miskin tidak baik Catatan Dari beberapa buku dan sumber yang saya baca, ada beberapa perbedaan tafsiran diantara sumber-sumber lainnya, sementara saya menggunakan sumber dari bimashindusultra. Jadi untuk memastikan keakuratan perhitungan ini, hendaknya berkonsultasi langsung kepada para Undagi arsitek tradisional di Bali. Referensi WarigaDewasa, Sri ReshiAnandakusuma, Morodadi Denpasar Bali Asta Kosala Kosali dan asta Bumi, I Wayan Bidja Kamus Bahasa Bali, Sri Reshi Anandakusuma, Cv. Kayumas
E0Tq4ZZ. 415 51 217 433 73 232 383 216 327

asta kosala kosali pintu rumah